Banyak orang pintar di negara ini, apakah semuanya sukses ? Tentu tidak, ada saja sebagian dari mereka yang gagal, bahkan relatif lebih banyak jumlahnya. Orang pintar ini ada dikelompok para akademisi, mereka adalah guru, dosen, peneliti, guru besar, pengamat, para narasumber, dan para sarjana jebolan perguruan tinggi, baik yang S1, S2 maupun S3. Coba perhatikan mereka, ada saja sebagian mereka yang kerjanya hanya ngomong doang tanpa pernah punya pengalaman bertindak sedikitpun. Ada yang pintar mengajar tetapi tidak pernah menulis buku. Ada yang menulis buku populer untuk dijual tetapi tidak pernah melakukan penelitian ilmiah. Ada yang melakukan penelitian ilmiah tetapi selalu hobby meminta bantuan (melalui proposal) pihak lain untuk menjadi sponsor atau minta dana, sementara hasilnya cuma formalitas saja. Ada yang sudah menulis buku dengan baik, ilmiah dan terkenal, tetapi belum mandiri karena rumah tinggalnya masih numpang (menggunakan fasilitas) yang bukan miliknya, entah miliknya perusahaan, yayasan, atau milik pemerintah, anehnya sampai pensiunpun masih tinggal dirumah tumpangan tersebut (rumah dinas), terkadang dengan alasan senioritas mereka tidak mau meninggalkan rumah tersebut untuk digilirkan pada yuniornya. Ironis bukan ? Mengapa mereka bisa seperti itu ?
Itu semua bisa terjadi karena menurut sebagian besar mereka, hidup bisa dilalui ”hanya” dengan bermodal ”cerdas saja” atau ”pintar saja”. ”intelektual saja” atau ironisnya ”hanya gelar akademik saja”. Mereka lupa bahwa ”fakultas kehidupan” cakupannya lebih luas dari pada ”fakultas” tempat mereka dahulu pernah belajar atau bahkan tempat mereke mengajar. Hiruk pikuk kehidupan ”hanya” dilihat serba ”fakultasnya saja” atau ”rutinitasnya saja” atau ”cara pandangnya saja”. Seolah-olah tidak ada ”fakultas lain yang lebih luas” atau ”cara pandang lain yang lebih terkini”. Secara akademis, itulah pentingnya kehadiran ”cara pandang multidisipliner” yang holistik, komprehensif dan lintas ilmu pengetahuan. Sedangkan secara empirisme (praktik/ praksis / experiences) sebagai pertanda akan pentingnya kehadiran ”fakultas kehidupan” yang lebih kompleks. Dalam fakultas kehidupan teramat banyak soal-soal atau latihan-latihan soal yang datangnya tanpa kita minta, datang dari arah yang tidak kita sangka, dan tidak pernah mengenal ruang dan waktu yang terduga sebelumnya. Suka atau tidak suka ”soal-soal” itu akan datang menghampiri kita, siap atau tidak siap, saat senang atau pada saat kita dalam suasana yang sumpek (justru dalam fakultas kehidupan sering datang ”soal yang berat” saat kita ”sedang sumpek”, berbeda pada saat kita sekolah atau sedang memberi ilmu di sekolah datangnya soal sudah disiapkan dan dijadwalkan sebelumnya).
Belajar dari gambaran tersebut diatas, maka sangatlah jelas bahwa bermodal ”hanya pintar saja” tidak lah cukup untuk meraih kesuksesan dalam hidup ini. Ada banyak faktor lain yang harus dipertimabngkan, dan ada banyak ketrampilan lain yang harus digunakan. Relationship, leadership, entrepreneurship, adversity quotient (intelligence), emotional quotient (intelligence), spiritual quotient (intelligence), motivation, kesesuaian antara visi dengan potensi, target yang jelas, dan kesediaan untuk bisa menjalin kerjasama dengan para ahli dibidangnya. Untuk itu kesediaan selalu belajar dan belajar sepanjang hayat menjadi sebuah tuntutan yang sangat mutlak dan tidak bisa dihindari. Tidak egois, tidak merasa paling pintar sendiri, tidak merasa sudah senior, tidak sombong, dan tidak merendahkan kehadiran orang baru, ilmu baru, fenomena baru yang mungkin hadir disekitar kita. Tradisi dan inovasi selalu datang silih berganti. Kreatifitas dan inovasi selalu membawa konsekuensi hadirnya gaya hidup baru. Nilai-nilai lama selalu bernegosiasi (akulturasi) terhadap hadirnya nilai-nilai baru. Jaman baru selalu hadir untuk meninggalkan secara perlahan jaman lama. Produk/ industri baru selalu hadir sebagai alternatif dan tandingan terhadap produk/ industri lama. Dengan seperti itu maka orang yang bepeluang untuk suskses adalah orang yang berkepribadian matang, daya juang tinggi, mandiri, dan selalu siap menerima ”pelajaran baru” dalam setiap langkah dan jaman hidupnya. Nah jangan puas hanya dengan ”pintar saja”, apalagi sekedar ”merasa paling pintar”. Pintar saja bukan jaminan meraih sukses, apalagi tidak pintar. Selain aspek Intelektual, masih ada aspek lainnya yang mungkin kita butuhkan, antara lain aspek Finansial, Sosial, Mental, Moral, dan Spiritual.
Kantor Pusat DMI
GRAHA POGUNG LOR No. 2,3,4, Lantai 1
Jl. Ringroad Utara, Pogung Lor, Yogyakarta
Contact Person : Richy (08562567061 / 08159634035)
0 komentar:
Posting Komentar